Monday, May 16, 2011

Film “?” dan Kotak Pandora


Seperti sudah menjadi sifat dasar manusia, jika dilarang melakukan sesuatu, justru mereka semakin tertarik untuk melakukannya. Dalam kasus film berjudul “?” (baca: Tanda Tanya), misalnya, bukan tak mungkin keinginan masyarakat untuk melihatnya semakin besar seiring dengan gencarnya MUI yang melarang untuk menontonnya.

‘Belajar’ dari Pandora

Setelah mencoreng wajah umat Islam dalam film “Perempuan Berkalung Sorban”, sutradara Hanung Bramantyo muncul lagi dengan film yang bertajuk “?”. Dari judulnya saja, tentu sudah menarik perhatian sehingga menimbulkan penasaran.

Tidak berbeda dengan film sebelumnya, film “?” pun merusak citra Islam dengan kampanye pluralisme yang telah difatwa haram oleh MUI. Akibatnya, film “?” menuai banyak protes dari berbagai pihak. Bermacam kajian pun digelar untuk mengantisipasi bahaya film ini bagi umat Islam.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dengan melarang menonton film “?” masyarakat akan patuh? Tidakkah hal itu justru memunculkan “tanda tanya” bagi umat Islam untuk mengetahui sendiri seperti apa isi film itu?

Berkaitan dengan film “?”, KH. A. Kholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya, menyebutkan, “Film ini bau pluralisme agamanya sangat menyengat, padahal pluralisme agama adalah pluralisme teologis yang sudah difatwa MUI sebagai paham yang haram. Apabila umat Islam mengikuti paham itu, berarti dia murtad.” Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa film “?” sangat berbahaya dan menyesatkan. Beliau menganjurkan umat Islam agar tidak menontonnya.

Rektor Universitas Islam Asy-Syafi’iyah (UIA) sekaligus Ketua MUI Bidang Advokasi Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Dr. Tutty Alawiyah, berharap agar pihak yang berwenang menarik film itu dari peredaran karena jauh dari fakta sebenarnya.

Sementara itu, Fahmi Salim, MA, Direktur Lembaga Kajian Islam dan Arab (LemKIA) UIA yang juga anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI menyatakan bahwa film “?” tidak layak ditonton umat Islam karena banyak hal prinsip dalam ajaran Islam yang dilecehkan –sengaja atau tidak sengaja– di film itu.

“Film ini jelas merusak, berlebihan, dan melampaui batas,” begitu komentar Dr. Adian Husaini, Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), mengenai film “?”. Lalu, Rokhmat S. Labib, M.E.I, Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengingatkan umat Islam agar memahami bahwa pluralisme merupakan ide yang sesat dan membahayakan akidah. Umat Islam tidak boleh ikut mengampanyekan pluralisme, justru harus menjelaskan bahwa ide ini sesat dan berbahaya. Yang juga penting adalah pemerintah harus mencegah tersebarnya ide-ide tersebut.

Menyimak ramainya komentar dan larangan menonton film “?” itu, mengingatkan kita pada kisah Kotak Pandora. Kotak Pandora adalah sebuah mitos Yunani tentang dewa yang menutup semua kejahatan dan bencana ke dalam kotak, lalu dia memberikan kotak itu kepada seorang wanita bernama Pandora dengan larangan untuk membukanya. Namun, sebagaimana sifat manusia pada umumnya, jika dilarang membuka sesuatu, justru semakin ingin membukanya. Pandora pun tidak memedulikan larangan itu dan membuka kotaknya. Akibatnya, kejahatan dan bencana turun ke bumi.

Ya, itu hanya mitos. Tapi, mitos itu sesuai dengan kepribadian manusia. Larangan menonton film “?” pun bisa mirip dengan kisah Kotak Pandora tersebut. Jadi, apa salahnya kita belajar dari Pandora dengan tidak mengulangi kesalahan yang telah dibuatnya.

Percaya dan Taat

Menyikapi adanya film “?”, tentu MUI tidak boleh cuek atau diam saja. Memang sudah selayaknya jika MUI menganjurkan umat Islam supaya tidak menontonnya. Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi fenomena ini.

Sebenarnya, tidak ada salahnya menonton film “?” jika dimaksudkan untuk studi. Namun, kita perlu membentengi diri dengan akidah yang kuat. Jika persoalan akidah saja belum mantap, buat apa repot-repot mencari tahu tentang film “?” yang notabene buatan manusia. Lebih baik belajar Al-Quran yang merupakan kalam Ilahi dan memperdalam pemahaman agama agar tidak terombang-ambing dalam arus liberalisme dan pluralisme.

Kita tentu tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan yang dialami Pandora dalam mitologi Yunani. Jika ada yang tetap ngotot ingin menonton film “?” padahal ilmu agamanya masih dangkal, kita perlu mengajukan “tanda tanya” kepada orang itu.

Sungguh, yang perlu dikembangkan sekarang adalah sikap percaya. Kita perlu percaya kepada MUI yang kredibilitasnya sudah teruji. Jika MUI mengimbau umat Islam untuk tidak menonton film “?” dengan landasan argumen yang kuat dan logis, seharusnya kita mematuhinya.

Source: mzaki371.wordpress.com